http://www.maerskdrilling.com/en/about-us/the-drilling-industry |
Seorang cendekiawan besar Rusia, yang pada 1757 mengajukan sebuah hipotesis bahwa minyak bumi berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, minyak mentah akan terbentuk sangat lambat, karena berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang telah mati, melewati jutaan tahun terkubur di bawah batuan, mengalami tekanan dan suhu yang luar biasa, lalu mengubahnya menjadi minyak mentah.
Sejak produksi minyak di AS memuncak sekitar 1970, sejumlah ahli geologi, ahli ekonomi dan analis industri mulai mempertimbangkan sebuah pertanyaan, Berapa banyak minyak mentah yang masih tersisa di dalam perut bumi? Dan kapan habisnya?
Menurut National Geographic jumlah minyak mentah yang tersisa di bumi diprediksi sekitar 1,2 triliun barrel. Walaupun ladang minyak baru banyak ditemukan, tetapi pasokan saat ini tidak sebanding dengan penemuan-penemuan ladang tersebut. Berdasarkan gambaran konsumsi saat ini, berarti perkiraan 1,2 triliun barrel minyak bumi akan habis dalam tempo 44 tahun. Benarkah masa kejayaan energi tak terbarukan ini akan segera berakhir? Akankah tak kan tersisa lagi tetesan minyak di jebakan kerak bumi? Ataukah ini hanya isu-isu yang sengaja dihembuskan untuk melambungkan harga “emas hitam” ini?
Alexander von Humboldt, dan ahli kimia termodinamik Prancis, Louis Joseph Gay-Lussac, kemudian mengajukan dalil berdasarkan penelitiannya yang menyatakan bahwa minyak bumi adalah materi primordial (purba) yang memancar dari tempat yang sangat dalam, dan tak ada hubungannya dengan materi biologis dari permukaan bumi.
Pada abad kesembilan belas, ahli kimia Rusia Dmitri Mendeleev juga menguji dan menolak hipotesis Lomonosov ini. Mendeleev menyatakan bahwa minyak bumi merupakan bahan primordial yang keluar dari kedalaman yang jauh. Mendeleev membuat hipotesis tentang adanya struktur geologi yang ia sebut “patahan dalam” (deep fault) tempat minyak bumi melaluinya dari kedalaman. Proses abiotik untuk menghasilkan minyak bumi disebut Fischer-Tropsch, reaksi kimia yang mengubah campuran karbonmonoksida dan hidrogen menjadi hidrokarbon cair. Proses ini pun menjadi dasar penciptaan bahan bakar jet yang dibuat dari air di AS, seperti dilaporkan majalah Wired (9/9/09).
Cadangan Minyak Yang Terisi Kembali Di Pulau Eugene 330
Pulau Eugene merupakan ladang minyak di Teluk Meksiko, sekitar 80 mil lepas pantai Louisiana, AS. Lansekap kepulauan ini terbelah dengan celah dan rekahan dalam yang spontan memuntahkan gas dan minyak. Ladang minyak ini ditemukan pada 1973 dan mulai memproduksi sekitar 15.000 barel per hari. Pada 1989, aliran minyaknya berkurang menjadi 4.000 barel per hari. Tetapi tanpa alasan logis apapun, secara tiba-tiba produksinya meningkat menjadi 13.000 barel. Selain itu, taksiran cadangan meroket 60-400 juta barel.
Apa yang ditemukan para peneliti ketika menganalisis ladang minyak ini dengan pencitraan seismik 3-D? Ternyata ada patahan dalam, dan minyak telah memancar dari suatu kedalaman yang tidak diketahui sebelumnya, dan bermigrasi ke atas melalui batuan untuk mengisi pasokan yang ada. Selanjutnya, analisis minyak yang sekarang sedang diproduksi di Pulau Eugene menunjukkan perbedaan usia geologis dari minyak yang diproduksi di sana sebelum tahun 1989. Dugaan kuat, minyak mentah yang baru, muncul dari sumber yang berbeda .jauh di batuan dalam. Baik ilmuwan dan ahli geologi dari perusahaan-perusahaan minyak besar telah melihat bukti dan mengakui bahwa ladang minyak Pulau Eugene mengalami pengisian ulang sendiri.
Sumber minyak dari suatu kedalaman di Pulau Eugene sangat mendukung teori Thomas Gold yang ditulis dalam bukunya The Deep Hot Biosphere. Gold menetapkan, “minyak bumi sebenarnya adalah aliran primordial terbarukan yang terus-menerus diproduksi oleh bumi dalam kondisi panas dan tekanan yang luar biasa. Ketika zat ini bermigrasi ke permukaan, ia diserbu oleh bakteri, sehingga minyak bumi tampak seperti memiliki asal usul organik dari zaman dinosaurus. “
Ilmuan menciptakan minyak bumi
Sebuah penelitian Di Universitas Minnesota oleh Janice Frias mengungkapkan bagaimana protein bisa mengubah bentuk asam lemak menjadi keton menggunakan bakteri. Keton ini bisa diakali untuk membuat bahan bakar hidrokarbon. Pihak universitas sedang menyusun pengajuan paten untuk metode tersebut.
Langkah ini dipicu oleh langkah Aditya Bhan dan Lanny Schmidt, guru besar teknik kimia di College of Science and Engineering, yang mengubah keton menjadi bahan bakar disel menggunakan teknologi katalis yang mereka kembangkan. Berbekal bakteri, sinar matahari, dan karbon dioksida keton bisa diproses menjadi bahan bakar hidrokarbon.
Tim peneliti menggunakan Synechococcus, bakteri yang memperbaiki karbondioksida di dalam sinar matahari dan mengubah CO2 menjadi gula. Selanjutnya mereka mengumpan gula ke Shewanella, bakteri yang menghasilkan hidrokarbon. Jadi, teknologi ini mengubah CO2, gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, menjadi hidrokarbon.Hidrokarbon (terdiri atas karbon dan hidrogen) merupakan komponen utama bahan bakar fosil.
Bahan Bakar Hidrogen (BBH)
BBH saat ini menjadi salah satu pilihan sumber energi alternatif yang terus dikembangkan karena efisiensi energi, memnghasilkan emisi yang aman (H2O), SDA yang berlimpah (laut, metana, batubara).
Apa Itu BBH?
BBH atau bahan bakar hidrogen atau fuel cell adalah sumber energi masa depan bersifat ecoenergy dengan proses pembakaran yang hanya menghasilkan air dan energi (listrik dan panas). BBH berbeda dengan kerja aki. Jika aki menghabiskan zat dari dalam untuk bekerja, sel bahan bakar memanfaatkan zat dari luar, seperti hidrogen dan oksigen, dan terus bekerja tanpa henti selama sumber bahan bakar tersedia 3). Hidrogen dihasilkan melalui proses tertentu dan disimpan, sedangkan oksigen berasal dari atmosfer. Hidrogen yang disimpan akan dicampur dengan oksigen dari atmosfer dan terjadi reaksi kimia. Reaksi ini merupakan pereaksian pembentukan air yang membebaskan energi. Energi tersebut dikonversi menjadi listrik hingga mendekati 100% dan sisanya adalah panas.
Penggunaan BBH
Penggunaan BBH hampir sama dengan aki, perbedaannya hanya proses menghasilkan energinya. Sel bahan bakar dan batere komposisinya sama, keduanya terdiri dari dua elektroda yang dipisahkan oleh larutan elektrolit. Dalam sel bahan bakar, reaktan bahan bakar diberikan ke salah satu elektroda yang berpori-pori dan oksigen dimasukkan ke dalam elektroda berpori lainnya 9). Elektroda terdiri dua macam, yaitu anoda dan katoda. BBH diletakkan di anoda yang dicampurkan dengan katalisator sehingga terbentuk empat elektron dan hidrogen positif, diformulasikan sebagai berikut:
H2 Katalisator 4e- + 4H+
Kemudian elektron dan hidrogen positif tersebut pindah ke katoda yang terhubung dengan udara luar. Di katoda ini terjadi pembakaran dan menghasilkan air, diformulasikan sebagai berikut:
4e- + 4H+ + O2 2H2O
Prinsip kerja BBH ini hanya secara umumnya. Modifikasi dan desain lain masih banyak. Contohnya amonia Borane, sel BBH dan elektrolit alkalin, dan sebagainya.
Hingga saat ini terdapat enam jenis jenis sel bahan bakar yang dibedakan berdasarkan jenis elektrolitnya, yakni: (1) Alkaline Fuel Cell (AFC); (2) Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC); (3) Direct Methanol Fuel Cell (DMFC); (4)Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC); (5) Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC); dan (6)Solid Oxide Fuel Cell (SOFC). Berdasarkan suhu operasionalnya, sel bahan bakar terbagi ke dalam dua jenis yaitu sel bahan bakar suhu rendah yang beroperasi pada suhu di bawah 300°C dan sel bahan bakar suhu tinggi yang beroperasi pada suhu di atas 300 °C. Gambar di bawah ini merangkum keenam jenis sel bahan bakar tersebut dan juga perbedaannya [Winter, M. dan Brodd, R.J., 2004].
Setiap jenis sel bahan bakar memiliki keunggulan dan kelemahaan. Contoh PEMFC memiliki keunggulan dimana efisiensi yang di peroleh cukup tinggi pada temperatur pengoperasian yang rendah namun PEMFC mudah sekali terkontaminasi oleh pengontrol CO dalam bahan bakar. berbeda dengan SOFC, SOFC di operasikan pada suhu yang tinggi yang menyebabkan SOFC dapat menggunakan sejumlah bahan bakar dari mulai hidrogen hingga hidrokarbon. Suhu yang tinggi menyebabkan SOFC mudah mengalami reaksi antar komponen yang tidak di harapkan yang dapat menurunkan efisiensi dari sel.
Mengapa Harus BBH?
Energi dapat dihasil dari berbagai cara, antara lain pembakaran, reaksi inti, dan mekanik. Reaksi inti digunakan dalam nuklir. Mekanik merupakan energi gerak secara fisika. Sedangkan pembakaran menggunakan oksigen sebagai reaktan untuk melepaskan ikatan kimia sehingga menghasilkan energi.
Menghasilkan energi dari BBH termasuk dalam proses pembakaran. Pembakaran BBH dapat diformulasikan :
2H2 + O2 2H2O + Energi
Pembakaran hidrogen tersebut terjadi secara eksotermik. Hidrogen tergolong molekul yang sangat reaktif sehingga pembakaran dapat berlangsung dengan mudah. Reaksi menghasilkan dua molekul air yang terdiri dari sepasang ikatan O—H. Energi total yang dihasilkan reaksi pembakaran hidrogen ini adalah 482 kJ, energi yang cukup besar untuk membuat suatu ledakan.
Bandingkan dengan reaksi pembakaran gas alam (metana), minyak (minyak bumi), dan biomassa dengan pembakaran hidrogen. Formulasi pembakaran metana, minyak, biomassa secara berurutan:
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
2(-CH2-) + 3O2 2CO2 + 2H2O
C2H5OH + 3O2 2CO2 + 3H2O
Pembakaran metana menghasilkan energi sebesar 810 kJ, minyak sebesar 1220 kJ, dan biomassa 1257 kJ. Secara analisa dapat dilihat dari tiap mol oksigen yang dibutuhkan masing-masing bahan bakar dalam pembakaran. Metana membutuhkan 2 mol oksigen untuk menghasilkan energi sebesar 810 kJ. Hal ini berarti pembakaran metana tiap mol oksigen adalah 405 kJ. Pembakaran minyak tiap mol oksigennya menghasilkan energi sebesar 407 kJ. Pembakaran biomassa menghasilkan 419 kJ per mol oksigen. Bandingkan dengan energi yang dihasilkan pembakaran hidrogen sebesar 482 kJ per mol oksigen 4). Kebutuhan oksigen dalam pembakaran lebih efisien hidrogen dan menghasilkan pembakaran sempurna.
Kelebihan dan Kekurangannya?
Ada beberapa kelebihan penggunaan BBH. Dari berbagai aspek sangat menjanjikan jika diterapkan di Indonesia, seperti aspek lingkungan, SDA, kesehatan, dan sebagainya. Produk dari penggunaan energi BBH ini adalah air. Dalam keadaan uap dan es, air tidak membahayakan kecuali digunakan dalam bentuk negatif. Sumber hidrogen sangat berlimpah di Indonesia. Air, metana, laut, batubara, dan sebagainya dapat menjadi sumber. Untuk menciptakan ecoenergy, air dan air laut dapat menjadi sumber. Sumber ini tidak akan pernah habis. Air hanya mengalami siklus, namun jumlah air adalah tetap sehingga sumber BBH selalu terbarukan.
Dimana ada kelebihan pasti ada kekurangan. Prinsip ini adalah mutlak bagi kita sebagai makhluk Allah SWT. Kekurangan dari BBH ini, antara lain : produksi, perawatan alat, dan pengaturan jumlah pemakai kendaraan. Untuk menggunakan BBH secara massal perlu produksi dalam skala besar. Biaya produksi, distribusi, dan konsumsi harus diatur dengan baik. Perawatan alat penghasil energi juga menjadi kendala. Pereaksian hidrogen dengan oksigen bukan hanya air saja yang dihasilkan, sinar UV menjadi produk sampingnya. Resiko ledakan sangat rentan dalam penggunaannya. Para peneliti terus mencari cara meminimalisasi ledakan tersebut. Selain itu, pengaturan jumlah pemakai kendaraan menjadi hal penting dalam penerapan penggunaan BBH. Masalah kemacetan tidak lepas dari penggunaan kendaraan yang banyak. Maka dari itu, perlu tindakan dari pemerintah yang baik sehingga penerapan penggunaan BBH tidak memberi dampak negatif bagi masyarakat.
Kendala terbesar pada fuel cell adalah harga, akibat mahalnya platina. Sebagai gambaran, pada PEFC, salah satu tipe fuel cell, yang digunakan pada mobil/rumah tangga (dengan daya 100 K Watt) dibutuhkan sekitar 100 gram platina. Jika seandainya harga platina saat ini sekitar 8000 yen (sekitar Rp 620.000) maka untuk 100 gram platina berkisar 800.000 yen (sekitar 62 juta). Sangat lah mahal!.
Selain itu diperkirakan platina yang terkandung dibumi hanya berkisar 28.000 ton. Sehingga bisa disimpulkan apabila tidak ditemukan alternative pengganti platina, yang jumlahnya sangat terbatas dan harganya yang sangat mahal, maka tamatlah riwayat fuel cell.
Untuk itu, ada beberapa cara yang dikembangkan. Salah satunya adalah untuk menghemat penggunaan platina, maka cukuplah digunakan partikel platina bukan logam secara kesuluruhan. Katalis pada prinsipnya bekerja hanya pada permukaan platina saja. Sehingga jika partikel platina semakin kecil, luas permukaan katalis akan semakin besar, sehingga dapat menghemat penggunaan platina. Biasanya partikel platina tersebut dilekatkan pada carbon yang telah dipadatkan dengan teknologi karbon nanotube. Dengan perkembangan nanoteknologi saat ini, muncul teknologi karbon nanohorn yang dikembangkan oleh perusahaan jepang, NEC, dan diperkirakan mampu meningkatkan tingkat efisiensi dan lamanya waktu (lifetime) kerja fuel cell.
Produksi bahan bakar energi surya (solar) sering terkendala dengan biaya produksi semikonduktor penangkap panas matahari dan katalis penghasil bahan bakar. Matahari sebagai bahan baku energi lisrik yang paling efisien pada kenyataannya terlalu mahal untuk menghasilkan bahan bakar hidrogen dan harganya bisa bersaing dengan bensin. Menurut Kyoung-Shin Choi, profesor kimia University of Wisconsin - Madison, perhitungan komersial bahan dan biaya pembuatan bahan bakar hidrogen harus dikurangi secara signifikan, sementara efisiensi konvensi penggunaan bahan bakar fosil seharusnya berpindah pada penggunaan energi surya.
Dalam studi yang dipublikasikan pada jurnal Science, para ilmuwan menyarankan solusi bahan baku murah berbasis oksida untuk memisahkan air menjadi gas hidrogen dan oksigen menggunakan energi surya. Efisiensi konvensi energi surya pada hidrogen sebesar 1,7 persen dan temuan ini tertinggi dalam sistem Photoelectrode berbasis oksida.
Choi membuat sel surya dari Bismuth Vanadate menggunakan elektrodeposisi (proses yang sama digunakan untuk membuat perhiasan berlapis emas atau coat permukaan body mobil) untuk meningkatkan luas permukaan senyawa sebesar 32 meter persegi per gram.
Menurutnya, pembuatan bahan bakar hidrogen tanpa peralatan mewah, pada suhu atau tekanan tinggi dia membuat semikonduktor partikel nanoporous sangat kecil yang memiliki permukaan lebar. Permukaan lebih luas mengisyaratkan bidang kontak lebih banyak dengan air sehingga pemisahan air lebih efisien. Bismuth Vanadate dimasukkan kedalamnya dan akan mempercepat reaksi yang menghasilkan bahan bakar hidrogen.
Dalam pengembangan semikonduktor fotolistrik, banyak ilmuwan mengembangkan katalis pemisah air yang sebenarnya hanya membutuhkan perhatian khusus pada persimpangan semikonduktor. Efisiensi semikonduktor terbaik didunia dan katalis terbaik didunia dapat dibatasi antarmuka dimana keduanya harus ditempatkan secara bersama.
Dengan menggabungkan katalis dengan nanoporus, luas permukaan elektroda semikonduktor menghasilkan perangkat murah pada semua oksida berbasis sistem photoelectrode dengan rekor efisiensi tertinggi. Energi dapat tercipta dari bahan bakar sel dan menghasilkan listrik dan panas, atau dibakar ketika menjalankan mesin pembangkit tenaga listirk. Bahan bakar hidrogen dikombinasikan dengan oksigen untuk membentuk air, panas hidrogen merupakan emisi radiasi dari molekul air yang baru terbentuk.
Tidak ada komentar:
Write komentar