Kepala Humas SKK Migas Taslim Y Zunus mengatakan bahwa Indonesia harus mempermudah proses investor asing yang ingin melakukan eksplorasi migas.
"35 persen tingkat kesulitan nonteknis melakukan eksplorasi minyak di Indonesia adalah terhambat pada aturan pemerintah daerah, masyarakat adat, perizinan dan lainnya, hal tersebut membuat minat investor menurun," kata Taslim ketika berdiskusi terkait masa depan sektor migas di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (10/12/2016).Ia mengatakan bahwa tingkat keberhasilan eksplorasi minyak memiliki persentase yang kecil, walaupun sudah memiliki modal yang besar, sehingga apabila masih dipersulit dengan faktor nonteknis yang banyak maka akan membuat tingkat keberhasilan semakin mengecil.
"Secara peluang, cekungan-cekungan di Indonesia masih memiliki potensi minyak yang besar, banyak juga daerah yang belum semua dieksplorasi, hanya saja hal tersebut memerlukan biaya serta teknologi yang tidak murah, maka investor asing bisa menjadi salah satu solusi," jelas Taslim.
Secara teknis, ia memaparkan bahwa potensi sebanyak 300 juta barel ekuivalen migas masih bisa didapatkan tahun ini di Indonesia, hal itu menunjukkan masih tersedianya potensi-potensi migas diantara sekitar 70-an cekungan baru yang sudah ditemukan.
Kemudian, pada kesempatan yang sama dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro berpendapat bahwa kemampuan cadangan minyak di Indonesia terus mengalami penurunan.
"Di balik selalu menurunnya cadangan minyak Indonesia, saya tetap memberikan poin apresiasi kepada pemerintah karena sudah mengubah cara pandang terhadap sektor migas," kata Komaidi.
Menurutnya, jika pada periode sebelumnya sektor migas selalu dipandang sebagai salah satu cara meningkatkan pendapatan negara, namun sekarang sudah menjadi modal untuk memulai sektor pembangunan.
Komaidi juga berpendapat bahwa investasi dan infrastruktur merupakan. hal utama yang menjadi hambatan saat ini, maka solusi memadukan kedua hal tersebut adalah melalui kebijakan dan pendekatan dari pemerintah.
Dan perlu diketahui inilah Daftar Perusahaan Asing yang berinvestasi di Indonesia dalam sektor Migas
"35 persen tingkat kesulitan nonteknis melakukan eksplorasi minyak di Indonesia adalah terhambat pada aturan pemerintah daerah, masyarakat adat, perizinan dan lainnya, hal tersebut membuat minat investor menurun," kata Taslim ketika berdiskusi terkait masa depan sektor migas di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (10/12/2016).Ia mengatakan bahwa tingkat keberhasilan eksplorasi minyak memiliki persentase yang kecil, walaupun sudah memiliki modal yang besar, sehingga apabila masih dipersulit dengan faktor nonteknis yang banyak maka akan membuat tingkat keberhasilan semakin mengecil.
"Secara peluang, cekungan-cekungan di Indonesia masih memiliki potensi minyak yang besar, banyak juga daerah yang belum semua dieksplorasi, hanya saja hal tersebut memerlukan biaya serta teknologi yang tidak murah, maka investor asing bisa menjadi salah satu solusi," jelas Taslim.
Secara teknis, ia memaparkan bahwa potensi sebanyak 300 juta barel ekuivalen migas masih bisa didapatkan tahun ini di Indonesia, hal itu menunjukkan masih tersedianya potensi-potensi migas diantara sekitar 70-an cekungan baru yang sudah ditemukan.
Kemudian, pada kesempatan yang sama dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro berpendapat bahwa kemampuan cadangan minyak di Indonesia terus mengalami penurunan.
"Di balik selalu menurunnya cadangan minyak Indonesia, saya tetap memberikan poin apresiasi kepada pemerintah karena sudah mengubah cara pandang terhadap sektor migas," kata Komaidi.
Menurutnya, jika pada periode sebelumnya sektor migas selalu dipandang sebagai salah satu cara meningkatkan pendapatan negara, namun sekarang sudah menjadi modal untuk memulai sektor pembangunan.
Komaidi juga berpendapat bahwa investasi dan infrastruktur merupakan. hal utama yang menjadi hambatan saat ini, maka solusi memadukan kedua hal tersebut adalah melalui kebijakan dan pendekatan dari pemerintah.
Dan perlu diketahui inilah Daftar Perusahaan Asing yang berinvestasi di Indonesia dalam sektor Migas
1. Chevron
Perusahaan asal Amerika Serikat ini memproduksi minyak paling banyak di Indonesia melalui anak usahanya yaitu Chevron Pacific Indonesia. Mempunyai lapangan dengan kualitas minyak paling tinggi di Indonesia, Chevron memproduksi 35 persen dari total produksi Indonesia.
Perusahaan yang dulunya bernama Caltex ini telah mengoperasikan lapangan Duri di Riau sejak tahun 1952. Dua blok yang dimiliki oleh Chevron di Sumatera, Rokan dan Siak, telah menjadi blok dengan produksi minyak terbesar di Indonesia.
Selain di Sumatera, Chevron juga memiliki blok migas di perairan Kutai, Kalimantan Timur yang merupakan operasi migas lepas pantai. Selain itu, perusahaan ini juga mengelola blok di Papua yaitu West Papua I dan III yang merupaka proyek lepas pantai.
2. Total
Perusahaan migas asal Prancis ini menguasai operasi blok Mahakam di Kalimantan Timur dengan anak usahanya yaitu Total E&P Indonesie.
Dengan produksi rata-rata 2.200 juta kaki kubik per hari, Total menjadi pemasok 80 persen gas di kilang gas alam cair di Bontang, Kalimantan Timur. Gas alam cair atau LNG di kilang tersebut diekspor di beberapa negara pelanggan Indonesia diantaranya adalah Jepang dan Korea Selatan.
Kontrak pengelolaan migas di blok tersebut akan habis pada tahun 2017 nanti. Hingga saat ini, Pertamina sangat ingin mengoperasikan blok tersebut setelah Total. Tak heran jika mengingat potensi gas yang ada di blok tersebut mencapai 12,5 triliun kaki kubik.
3. ConocoPhillips
Perusahaan asal Amerika Serikat ini telah beroperasi di Indonesia lebih dari 40 tahun. ConocoPhillips Indonesia merupakan produsen migas terbesar ketiga di Indonesia.
Conoco telah mempunyai enam blok migas di Indonesia yaitu tiga lepas pantai yaitu di Natuna Sea Block B, Kuma dan Laut Arafuru. Sementara blok yang berada di darat atau onshore adalah blok Corridor, Jambi dan Papua.
Produksi gas perusahaan tersebut mencapai 450 juta kaki kubik per hari. Sebagian dari produksi gas tersebut diekspor ke Singapura sementara sisanya digunakan untuk pasokan gas Perusahaan Gas Negara (PGN).
4. British Petroleum
Perusahaan asal Inggris ini menguasai 37,16 persen saham di proyek Tangguh yang merupakan lapangan gas sekaligus kilang LNG.
Proyek tersebut melibatkan enam lapangan gas yang telah tereksploitasi dengan cadangan gas sebesar 14,4 triliun kaki kubik. Saat ini Tangguh baru membangun kilang LNG untuk train 3 dan 4.
Dalam setahun, kilang LNG tersebut menghasilkan 7,6 juta ton LNG. Saat ini gas hasil Tangguh tersebut dikirim ke Amerika Serikat dan China.
Namun, seiring dengan penambahan proyek train 3 dan 4, Tangguh berjanji akan mengalokasikan gas untuk kebutuhan dalam negeri terutama PLN.
5. ExxonMobil
Perusahaan raksasa asal Amerika Serikat ini mengambil warisan blok milik Royal Dutch Shell di Cepu, Jawa Tengah. Pada Februari 2001, anak usaha ExxonMobil, Mobil Cepu Ltd bersama dengan Pertamina menemukan sumber minyak mentah sebesar 1,4 miliar barel dan gas mencapai 8,14 miliar kaki kubik di lapangan Banyu Urip ini.
Exxon menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) migas dengan pemerintah Indonesia pada tahun 2005.
Lapangan tersebut diprediksi dapat menggantikan produksi minyak di blok Siak yang semakin lama semakin menurun akibat sumur yang sudah tua. Nantinya, saat produksi puncak, lapangan ini diperkirakan dapat memproduksi 165.000 barel minyak per hari. Saat ini Exxon baru bisa memproduksi minyak sekitar 20.000 barel per hari.
Sebelumnya Exxon telah memulai bisnis di sektor gas di daerah Nangroe Aceh Darusalam bekerjasama dengan Pertamina. Selain memproduksi gas, Exxon juga berperan dalam produksi LNG di kilang gas pertama Indonesia di Arun di pantai timur Sumatera.
6. Saudi Aramco
Saudi Aramco (bahasa Arab: أرامكو السعودية ʾArāmkō s-Saʿūdiyyah), nama resminya adalah Saudi Arabian Oil Co. adalah perusahaan minyak nasional Arab Saudi yang berkantor pusat di Dhahran, Arab Saudi.[5][6] Nilai Saudi Aramco diperkirakan mencapai 10 triliun dolar AS, menjadikannya perusahaan dengan nilai tertinggi di dunia.[7][8][9]
Saudi Aramco mempunyai cadangan minyak terbukti terbesar di dunia (lebih dari 260 billion barrels (4.1×1010 m3)) dan produksi minyak harian terbesar dunia.[10] Saudi Aramco mengoperasikan jaringan hidrokarbon tunggal terbesar di dunia, Sistem Master Gas.[11] Produksi tahunannya mencapai 3.479 billion barrels (553,100,000 m3),[4] dan mereka menangani lebih dari 100 ladang minyak dan gas di Arab Saudi, termasuk 284,2 triliun kaki kubik standar cadangan gas alam.[4] Saudi Aramco memiliki Ladang Ghawar, ladang minyak terbesar dunia, dan Shaybah, juga salah satu ladang minyak terbesar dunia
Advertise :
Berikut ini adalah Perusahaan yang menjual segala macam assesories untuk keperluan mobil Anda mulai dar berbagai macam jenis dan type Lampu, klakson ,jok, alat audio mobil dari berbagai Merk terkenal untuk wilayah Indonesia. Menjual produk dengan aneka varian , terlengkap di Indonesia, dapat dipesan secara online , transaksi aman dan terpercaya, pemesanan barang mudah, tanpa harus mengisi formulir pemesanan cukup hubungi melalui WA, SMS dan email Kunjungi web
Tidak ada komentar:
Write komentar